Kamis, 18 Mei 2017
PENCAK SILAT NUSANTARA
Keluarga Pencak Silat Nusantara
Pada awalnya, Keluarga Pencak Silat Nusantara atau disingkat KPS Nusantara didirikan sebagai kelompok studi informal pada tanggal 28 Juli 1968 di Jakarta oleh 3 orang intelektual muda yang aktif dalam bidang teknis IPSI, yaitu Mohamad Hadimulyo, B.Sc., dr. Mohamad Djoko Waspodo dan dr. Rachmadi Djoko Suwignjo. Mereka bertiga adalah murid dari dua orang pendekar besar Pencak Setia Hati, yaitu Marijoen Soedirohadiprodjo dan Rachmad Soeronagoro.
Ketiga intelektual muda tersebut merasa prihatin tentang kondisi perkembangan pencak silat yang pada waktu itu mengalami dampak akibat masuknya seni beladiri dari luar negeri yang berpengaruh terhadap minat pemuda dan pelajar. Perkembangan pencak silat juga terhambat oleh sifat eksklusif dari perguruan yang enggan membuka diri.
Sebagai upaya membantu IPSI melewati masa sulit tersebut dan menjaga agar pencak silat tidak semakin tenggelam, ketiga intelektual muda tersebut mengadakan penelitian, pengkajian dan studi banding melalui sebuah kelompok studi yang didirikan dengan nama Study Group Pencak Silat Nusantara. Mereka melakukan riset kepada aliran-aliran pencak silat yang berbeda dan kemudian memakai hasil pengetahuannya untuk mentransformasikan pencak silat dari bentuk beladiri tradisional menjadi olahraga modern.
Untuk mewujudkan tujuan ini tidak mudah karena bertentangan dengan tradisi. Janji murid Setia Hati melarang untuk belajar di perguruan lain. Namun dengan perjuangan keras akhirnya mereka mampu meyakinkan gurunya, Rachmad Soeronagoro, untuk memperlihatkan 36 gerakan jurusnya, hanya tetap dijaga rahasia inti jurusnya. Direstui juga bagi mereka untuk belajar di perguruan lain demi kemajuan pencak silat. Sikap yang tidak konvensional dari para pendiri study group ini tidak merusak hubungan mereka dengan Setia Hati, sehingga sampai saat ini anggota KPS Nusantara dianggap sebagai saudara oleh anggota Setia Hati.
Ketiga pemuda ini juga menemui hambatan ketika ingin belajar di perguruan lain karena dicurigai ingin mencuri jurus-jurus yang dirahasiakannya. Sebagian rintangan ini dapat diatasi berkat rekomendasi dari Marijoen Soedirohadiprodjo.
Selama beberapa tahun mereka mempelajari pencak silat ke berbagai daerah, di antaranya yaitu silat Cingkrik Betawi dari Mohamad Saleh. Untuk pencak Jawa Barat mereka berguru kepada Aan Marzuki dan dan Hidayat, yaitu aliran Cimande, Madi, Sabandar, Kari dan Taji. Selain itu juga berguru Pencak Jawa Kombinasi dari Salamoen Prodjosoemitro, Silek Pariaman dari Itam dan Silek Lintau dari Amiruddin. Kemudian mereka mengambil gerakan yang paling efektif dan estetis kemudian dikombinasikan menjadi suatu bentuk baru yang bersifat nasional, sebagaimana tercermin dalam pilihan namanya Nusantara untuk merujuk pada kepulauan Indonesia.
Pembaharuan yang dimulai di antaranya yaitu memisahkan secara tegas pembinaan pencak silat gerak dan aspek dalam. Metode latihan tradisional dirubah menjadi metode latihan yang sistematis, jelas materi latihan, kurikulum dan tahapan belajarnya. Diadakan tes dan evaluasi secara teratur serta diberikan atribut yang tampak jelas dari luar untuk tiap tahapan pelajaran. Study group ini mempelopori adanya pertandingan pencak silat olahraga dan menyelenggarakan peragaan-peragaan yang atraktif. Di samping itu, study group ini juga membantu PB IPSI dalam membenahi sisi organisasi.
Langkah pembaharuan yang disusul dengan langkah uji coba ini segera membuahkan hasil. Kelompok studi ini semakin membesar dan melalui berbagai pertandingan pencak silat prestasi kelompok ini segera mencuat. Bahkan metode latihan yang dipakai untuk menyiapkan pesilat dalam menghadapi sebuah kejuaraan menjadi contoh untuk perguruan lain. Hal inilah yang membuat kelompok studi ini pada Munas IPSI tahun 1973 diakui sebagai salah satu di antara 10 Perguruan Historis Pencak Silat. Pada tanggal 28 Juli 1973 study group ini mengubah dirinya menjadi Keluarga Pencak Silat Nusantara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar