Hayyy...Kawan!! SELAMAT DATANG

Kamis, 18 Mei 2017

MERPATI PUTIH

16 Perguruan Pencak Silat Anggota IPSI Pusat

 Perguruan Pencak Silat Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih

Perguruan Pencak Silat Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih atau disingkat PPS Betako Merpati Putih didirikan pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta. Jauh pada masa sebelumnya, ilmu Merpati Putih diwariskan secara turun-temurun di lingkungan keluarga pada masa Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sri Susuhunan Amangkurat II, pendiri sekaligus raja pertama Kasunanan Kartosuro yang memerintah pada tahun 1677 s.d. 1703.

Karena kondisi yang ditimbulkan oleh penjajah kolonial Belanda pada saat itu, Pangeran Prabu Amangkurat II mengadakan pengungsian di daerah Bagelen, wilayah terpencil di Yogyakarta, bersama cicit perempuannya, yaitu R.A. Djojoredjoso. Disela-sela kesibukannya dalam memikirkan mengatur situasi kenegaraan (kerajaan), beliau sempat membimbing, menggembleng serta mengawasi cicitnya dalam menekuni ilmu beladiri.

R.A. Djojoredjoso kemudian mewariskan ilmunya kepada tiga orang putranya, yaitu Gagak Handoko, Gagak Samudro dan Gagak Seto, menurut spesialisasinya masing-masing. Gagak Samudro diwarisi ilmu pengobatan, Gagak Seto diwarisi ilmu sastra dan Gagak Handoko diwarisi seni beladiri.

Konon tiga saudara ini tercerai berai karena kondisi penjajahan kolonial pada saat itu. Semasa pelariannya, Gagak Samudro mendirikan perguruan di Gunung Jeruk di daerah Pegunungan Menoreh. Gagak Handoko mendirikan perguruan di daerah Bagelen, yang akhirnya pindah ke daerah utara Pulau Jawa. Gagak Seto mendirikan perguruan di daerah sekitar Magelang, Jawa Tengah.

Lewat Raden Gagak Handoko inilah garis sejarah warisan ilmu yang dikenal sebagai Merpati Putih tidak terputus. Namun Gagak Handoko mengerti bahwa ajaran perguruan tersebut sebenarnya kurang lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan dan menurunkan kepada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut lalu menuangkan dalam gerakan silat dan tenaga tersimpan yang ada di naluri suci.

Beliau sadar akan usia ketuaannya yang tidak sanggup lagi melanjutkan pengembangannya, maka beliau memberi mandat penuh dan amanat kepada keturunannya, yaitu R. Bongso Permono Ing Ngulakan Wates, untuk melanjutkan perkembangan perguruan. Dan setelah Gagak Handoko menyerahkan tumpuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu pergi menyepi bertapa hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk.

Karena menyadari perkembangan perguruan yang kurang baik, R. Bongso Permono, menurunkan ilmunya kepada keturunannya yaitu R.M. Wongso Widjojo dan kemudian mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan. Karena tidak mempunyai keturunan, R.M. Wongso Widjojo mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu yang bernama R. Saring Siswo Hadi Poernomo. Dari R. Saring Siswo Hadi Poernomo ilmu beladiri ini kemudian diturunkan kepada dua orang putranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo dan Budi Santoso Hadi Poernomo.

R. Saring Hadi Poernomo pada awal tahun 1960-an prihatin terhadap perkembangan kehidupan generasi muda yang terkotak-kotak membentuk kelompok-kelompok yang mencerminkan rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar hal tersebut, tergerak hati nurani beliau untuk berbuat sesuatu demi kecintaannya pada nusa, bangsa dan negara.

Pada tahun 1962, R. Saring Siswo Hadi Poernomo mengamanahkan kepada pewarisnya agar ilmunya disebarluaskan. Kedua pewaris yang juga puteranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Budi) bertekad mengambil langkah nyata dalam pengabdian kepada bangsa dan negara Republik Indonesia dengan mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu yang dimiliki keluarga untuk kepentingan nasional. Untuk itu pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta didirikan perguruan dengan nama PPS Betako Merpati Putih.

Merpati Putih berkembang cukup pesat, terutama sejak mendapat kepercayaan untuk melatih anggota ABRI. Diawali dengan melatih anggota Seksi I Korem 072 Pamungkas dan anggota Batalyon 403 Diponegoro.

Pada tahun 1968 Merpati Putih ekspansi ke luar Yogyakarta, yang pertama di Madiun, hingga berkembang ke Pusdik Brimob Polri di Jawa Timur. Pada tahun 1976 Merpati Putih melatih anggota Pasukan Pengawal Presiden dan dilanjutkan pada tahun 1977 melatih anggota Komando Pasukan Sandi Yudha yang di kemudian hari berubah nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Sejak tahun 1995, atas prakarsa dan kerja sama dengan Yayasan Kartika Destarata di bawah pimpinan Ibu Hj. Oetari K. Hartono dan Ibu Titik Prabowo, Merpati Putih mengembangkan kegiatan pembinaannya terhadap tuna netra.

Pada tahun 2002 Mas Budi meninggal dunia, disusul kemudian pada tahun 2014 Mas Poeng juga meninggal dunia. Sebagai penerusnya, pewaris berikutnya adalah putra-putranya, yaitu Amos Priono Tri Nugroho dan Nehemia Budi Setyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar